SMKN 1 Singosari

Rise.Up KIM

Arti Nama dan Logo Rise.Up KIM

Arti Nama

Rise.Up KIM berasal dari kata Rise dan Up yang berarti "Terus Berkembang",

yakni Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang bertekad untuk terus mengembangkan seluruh potensi lokal yang ada pada masyarakat, khususnya di daerah Kabupaten Malang.

Arti Logo

Gambar bintang melambangkan suatu tujuan, yakni tujuan bersama yang muncul dari seluruh elemen masyarakat dan harus diwujudkan.

Gambar buku melambangkan ilmu, yakni ilmu yang berperan sebagai jembatan penghubung untuk mewujudkan suatu tujuan.

Gambar obor melambangkan semangat yang berkobar, yakni semangat yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat khususnya para generasi-generasi muda di setiap daerah dalam tindakan mewujudkan tujuan yang ada.

Gambar segilima melambangkan jumlah sila yang ada pada Pancasila,melambangkan nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila berperan sebagai batas / filter bangsa Indonesia dari pengaruh external yang bersifat destruktif.

Gambar anak tangga melambangkan langkah-langkah alternatif yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, yakni

1. Menghimpun

2. Mengajak maju

3. Merubah pola fikir

4. Mengajar berkarya

5. Melakukan praktik. dan

Warna merah dan putih yang melambangkan kita bekerja mengabdi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia

Jumat, 28 Agustus 2015

Kompetensi Guru Menulis Karya Tulis Ilmiah Masih Rendah

Kompetensi Guru Menulis Karya Tulis Ilmiah Masih Rendah

Minggu, 23 Agustus 2015 20:59

Kompetensi Guru Menulis Karya Tulis Ilmiah Masih Rendah
Tribunnews
Ilustrasi. 
SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU – Peningkatan kompetensi guru harus dilakukan, karena akan mempengaruhi kualitas pengajaran.
Selain memiliki beban mengajar minimal 24 jam dalam seminggu, guru juga akan mendapat nilai tambah jika karya ilmiah yang ia buat disajikan dalam forum ilmiah.
Prof Dr Bambang Budi Wiyono, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang (UM) menjelaskan, salah satu bentuk peningkatan kompetensi guru dengan mengikuti seminar nasional berbasis karya ilmiah.
Untuk itu, fakultas yang ia pimpin mengadakan seminar nasional untuk meningkatkan pemahaman guru untuk lebih giat menyajikan karya ilmiah. Menulis karya ilmiah tidak lepas dari pembelajarannya, secara tidak langsung sudah dilakukan guru tapi sampai saat ini banyak guru yang belum menerapkannya dalam bentuk riset
“Selama ini aturan untuk guru membuat karya ilmiah dan menyajikannya dalam forum ilmiah sudah jelas. Namun, kesibukan guru dengan beban mengajarnya dan kurangnya pemahaman terhadap penulisan karya ilmiah menjadikan banyak guru yang mengabaikannya,” terangnya.
Dalam seminar nasional mengahadirkan narasumber dari staf khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Direktorat Pembinaan Guru dan Dikmen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, Ketua umum Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Pusat serta Ketua Bidang Peningkatan Mutu Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pusat.
Dengan berbagai narasumber ahli di bidangnya diharapkan saat dilakukan penyajian karya ilmiah dalam forum berkelompok, guru-guru bisa mendapat maukan untuk perkembangan karya ilmiahnya.


“Karya ilmiah guru-guru ini sebelumnya sudah diseleksi. Jadi hanya yang terpilih yang akan menyajikan karya ilmiahnya. Penyajian dan publikasi karya ilmiahnya ini akan menjadi nilai lebih dalam sertifikasi guru,” paparnya.
Selain dihadiri guru-guru, seminar ini juga dihadiri Kepala Dinas Pendidikan dari sejumlah Kota di Indonesia.
“Paling banyak peserta dari Pasuruan dan Malang, karena guru, kepala sekolahdan  bahkan Kepala Dinasnya juga ikut hadir,” ungkapnya.
Ketua Bidang Peningkatan Mutu Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pusat, Istiqomah SPd MPd menjelaskan, rendahnya kompetensi guru dalam menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) sudah sejak lama menjadi isu nasional dalam dunia pendidikan.
Isu ini, tambahnya, diperkuat dengan besarnya jumlah guru yang pangkatnya terhenti di golongan IV/a karena sebelum tahun 2013 untuk dapat naik ke golongan IV a guru dituntut membuat karya ilmiah.
Iapun memaparkan data resmi Depdiknas tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah guru yang terhambat karirnya (macet pada golongan ruang IV/a) sebanyak 334.184 orang. Sementara, sebanyak 347.565 guru yang berstatus golongan ruang III/d sedang antri naik golongan ruang IV/a.
Sementara itu, jumlah guru yang bergolongan ruang IV/b hanya 2.318 orang (di bawah 1 persen).


“Di tengah banyaknya permasalahan terkait kewajiban menyusun KTI bagi guru, bukanlah hal yang bijak kalau kemudian para guru menolak mentah-mentah tuntutan tersebut. Sebagai guru professional sekaligus sosok teladan bagi para siswa, guru hendaknya memecahkan persoalan yang dihadapinya yaitu dengan meningkatkan kompetensinya dalam menulis KTI,” jelasnya.
Dikatakannya, ketiadaan pelatihan dengan pemateri dan pelatihan yang sesuai dengan harapan guru, bukanlah halangan bagi guru professional untuk memenuhi tuntutan. Karena masih banyak hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun KTI.
“Apa pun itu, hal yang perlu disadari bersama adalah bahwa menyusun KTI bukanlah upaya mempersulit guru akan tetapi merupakan konsekuensi dari kewajiban yang dilakukan guru dalam merencanakan, melaksanakan, melakukan evaluasi pembelajaran,” paparnya.

0 komentar:

Posting Komentar