SMKN 1 Singosari

Rise.Up KIM

Arti Nama dan Logo Rise.Up KIM

Arti Nama

Rise.Up KIM berasal dari kata Rise dan Up yang berarti "Terus Berkembang",

yakni Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang bertekad untuk terus mengembangkan seluruh potensi lokal yang ada pada masyarakat, khususnya di daerah Kabupaten Malang.

Arti Logo

Gambar bintang melambangkan suatu tujuan, yakni tujuan bersama yang muncul dari seluruh elemen masyarakat dan harus diwujudkan.

Gambar buku melambangkan ilmu, yakni ilmu yang berperan sebagai jembatan penghubung untuk mewujudkan suatu tujuan.

Gambar obor melambangkan semangat yang berkobar, yakni semangat yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat khususnya para generasi-generasi muda di setiap daerah dalam tindakan mewujudkan tujuan yang ada.

Gambar segilima melambangkan jumlah sila yang ada pada Pancasila,melambangkan nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila berperan sebagai batas / filter bangsa Indonesia dari pengaruh external yang bersifat destruktif.

Gambar anak tangga melambangkan langkah-langkah alternatif yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, yakni

1. Menghimpun

2. Mengajak maju

3. Merubah pola fikir

4. Mengajar berkarya

5. Melakukan praktik. dan

Warna merah dan putih yang melambangkan kita bekerja mengabdi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia

Jumat, 28 Agustus 2015

Labuhan Pantai Ngliyep

HALOO sahabat malang!!!!!!! mari mengenal lebih dekat keunikan dari PANTAI NGLIYEP



Pantai Ngliyep berada di tepi Samudera Indonesia, tepatnya di desa Kedungsalam kecamatan Donomulyo, 62 km dari arah selatan kota Malang.Pantai Ngliyep adalah pantai dengan keindahan alam yang masih natural dengan perpaduan tebing-tebing yang curam dan hutan lindung di sekeliling pantai. Pasir putihnya yang masih alami dan ombak yang serasa bermain di sela-sela tebing membuat pantai Ngliyep layak untuk dikunjungi.Kondisi pantai yang masih terbilang sepi menjadikan pantai ini masih dan nyaman untuk bermain-main disela ombak dan pasir putih.


Pantai ngliyep setiap bulan maulud pasti diadakan upacara labuhan untuk memberikan persembahan kepada penguasa gaib laut selatan, Kanjeng Ratu kidul atau Nyai Roro Kidul. Pantai ini berada di desa Kedungsalam kecamatan Donomulyo yang terletak sekitar 80 km di selatan kota Malang dan merupakan wilayah kabupaten Malang, Jawa Timur. Upacara ini bertujuan untuk menjaga keselamatan para nelayan dari ganasnya ombak pantai selatan serta memohon berkah dengan cara mempersembahkan upeti kepada penguasa gaib sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang silam, meskipun dulunya tidak sebesar sekarang ini.

Pada saat puncak acara yang disebut labuh atau larung, aneka sesaji berupa makanan lezat serta berbagai hidangan sakral lainnya diceburkan ke laut. Biasanya labuh ini dilaksanakan pada pertengahan bulan maulud.


Namun selama bulan maulud, pantai ini sudah dipenuhi ribuan pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Mereka mulai berdatangan ketika memasuki bulan maulud sampai akhir bulan maulud. Berbagai pertunjukan ditemukan dimana-mana disepanjang pantai selama sebulan siang dan malam. Beberapa sumber mengatakan upacara tradisional ini dibiayai oleh pemkab Malang dan juga para nelayan.

Pantai Ngliyep merupakan salah satu obyek wisata di kabupaten Malang bagian selatan, selain Pantai Balekambang yang berada di sebelah timur. Pada hari-hari biasa pantai Ngliyep yang indah namun menyimpan sejuta misteri ini selalu ada saja pengunjung yang datang. Pantai ini menjadi aset pariwisata kabupaten Malang.

Secara keseluruhan tradisi Labuhan memiliki makna untuk mencari keselamatan bagi para masyarakat dengan cara melakukan tradisi tersebut.


Dan sebagai ungkapan rasa syukur atas diberikannya keselamatan dan sebagai bentuk tradisi persembahan kepada Nyai Roro Kidul, penguasa laut selatan yang dimitoskan oleh masyarakat pendukungnya. Didalam tradisi labuhan pantai ngliyep Malang adanya tokoh mitologi Mbah Atun yang merupakan cikal bakal dari terjadinya tradisi labuhan. 

Upacara Tradisional Labuhan di Pantai Ngliyep di bagi 2 (dua) tahap

kegiatan persiapan dan kegiatan pelaksanaan. Persiapan yang dimaksud disini adalah kegiatan-kegiatan sebelum upacara dimulai, dalam hal ini ada 2 (dua) macam yaitu: 

1. kegiatan yang dilakukan oleh pamong desa atau pejabat setempat

Kegiatan yang dilakukan oleh pamong desa/pejabat setempat, terlepas dari kegiatan Upacara Labuhan dan umumnya terkait dengan pengembangan wisata, menyiapkan penampungan pengunjung/penonton upacara, menyiapkan pertunjukan dan lain sebagainya.

2.kegiatan yang dilakukan oleh ahli waris/ keluarga keturunan Mbah Atun beserta warga masyarakat.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh ahli waris/keluarga keturunan Mbah Atun beserta warga masyarakat,. Kegiatan awal yang mereka lakukan, saling mengingatkan bahwa kegiatan Upacara Tradisional Labuhan sudah semakin dekat., mencatat yang akan berkorban dan jenis binatang. Kegiatan ini mereka lakukan awal bulan Maulud atau 2 (dua) minggu sebelum pelaksanaan upacara, dan berlangsung sampai dengan malam tirakatan. Yang digunakan untuk sesaji atau kurban ini hanyalah bagian kepala, jeroan, dan darahnya saja, kenapa demikian, karena daging dari kambing tersebut nantinya akan digunakan uantuk makan besar masyarakat desa Kedungsalam yang baru saja melakukan tradisi labuhan ini. Selain kambing ada juga yang mengguankan tujuh macam buah dan tujuh macam bunga untuk dilabuhkan sebagai sesembahan kepada Nyai Roro Kidul, dalam kaitannya dengan hal ini ada jenis jenis buah dan bunga yang digunakan untuk di labuhkan. Untuk buah keriteria yang harus dilabbuahkan adalah tiga buah wajib yang berjumlah ganjil dengan jumlah minimal tujuh.

Rangkaian kegiatan Upacara Tradisional Labuhan di Pantai Ngliyep itu, dalam pelaksanaannya dapat diperinci sebagai be­rikut:
1). Kegiatan malam tirakatan;
2). Kegiatan memasak dan mempersiapkan sesaji;
3). Kegiatan melabuh sesaji di Pantai Ngliyep;
4). Kegiatan selamatan penutup

1) Kegiatan Malam Tirakatan.
malam hari sebelum diselenggarakan Upacara Tradisional Labuhan, dimulai pada pukul 00.01 tanggal 13 malam tanggal 14 Maulud dan berlangsung hingga fajar menyingsing, kurang lebih pukul 04.30 pagi.diikuti hampir seluruh peserta upacara. berkumpul di rumah peninggalan Mbah Atun. dipimpin oleh sesepuh/penanggungjawab upacara yaitu Mbah Supangat, semalam suntuk tidak tidur (melekan) disertai memanjatkan do’a, memohon kepada yang Maha Kuasa agar Upacara Labuhan yang akan dilaksanakan esok sorenya berjalan dengan lancar dan tidak ada halangan suatu apa. sebagian di antara mulai bekerja, khususnya memilah-milah bumbu dan menyiapkan perlengkapan untuk keperluan memasak esok harinya.

2) Memasak dan Mempersiapkan Sesaji
termasuk kegiatan yang cukup penting Pembakaran kemenyan/dupa oleh pemimpin upacara, di lumbung peninggalan Mbah Atun kurang lebih pukul 05.00, sebagai upaya untuk mengadakan kontak gaib dengan penguasa laut Selatan, Mbok Nyai Ratu Mas. untuk meminta restu, agar kegiatan berjalan dengan lancar, tidak ada halangan. Sekaligus dimulainya kegiatan memasak dan menyiapkan sesaji.menyusul kegiatan menyembelih korban, memasak dan sekaligus menyiapkan sesaji. kegiatan-kegiatan ini unik dan menarik, karena semua kegiatan tersebut, termasuk memasak, ditangani oleh kaum lelaki. Mereka cukup terampil, sehingga semua kegiatan selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sesaji ada 2 (dua) macam, yaitu sesaji yang akan dilabuh dan sesaji untuk selamatan setelah Upacara labuhan. Sesaji yang akan dilabuh secara garis besar terdiri dari:  kepala, kulit, kaki, dan sedikit darah hewan yang dijadikan korban (terutama yang berkaki empat); nasi tumpeng beserta keleng­kapannya; kinangan lengkap; bumbu masak lengkap; dan lain sebagainya. Sedangkan sesaji yang akan digunakan untuk selamatan setelah Upacara Labuhan adalah nasi ambeng beserta lauk-pauknya, termasuk daging korban, baik  yang dimasak sate maupun yang dimasak gule.

3) Kegiatan Melabuh Sesaji di Pantai Ngliyep.
Melabuh sesaji di pantai Ngliyep awalnya sederhana. Namun sejak tahun 1979, sejak Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Malang memanfaatkan untuk pengembangan wisata, maka kegiatan melabuh sesaji di Pantai Ngliyep mengalami perkembangan, namun tidak me­ngurangi sifat sakralnya. Penambahan acara yang bersifat baru penyam­butan secara resmi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Malang yang ditempatkan di Pesanggrahan Khusus. Dalam acara penyambutan ini, Penyambutan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Malang atau yang mewakili, juga dibacakan sejarah ringkas awal mulanya Upacara Labuhan. Selanjutnya para peserta upacara membawa sajian yang akan dilabuh menuju ke kaki Gunung Kombang untuk mengadakan Upacara Labuhan. Seorang sesepuh di desa tersebut sebagai pimpinan upacara, segera membakar kemenyan dan memanjatkan do’a atas nama para peserta yang intinya memohon kepada Mbok Nyai Ratu Mas agar korbannya diterima serta mereka diberi keselamatan dan murah rejeki. Mulailah sesepuh melabuh sesajian ke dalam laut yang diikuti oleh para peserta lainnya, terutama yang ikut berkorban.

Maka selesailah kegiatan melabuh sesaji ke Pantai Ngliyep. Selamatan Penutup menandakan, bahwa rangkaian kegiatan Upacara Tradisional Labuhan telah selesai. Selamatan diikuti oleh semua peserta Upacara Labuhan.Dari waktu kewaktu karena perkembangan jaman penyelenggaraan upacara tradisional Labuhan mengalami perubahan, namun perubahan itu hanya menyangkut dalam segi teknik pelaksanaannya saja, sedangkan makna dan tujuannya tetap sama, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah di limpahkan-Nya, disamping merupakan bentuk pelestarian tradisi persembahan kepada Nyai Roro Kidul, penguasa Laut Selatan yang sangat dimitoskan oleh masyarakat pendukungnya.Dalam perkembangannya tradisi Labuhan ini pemerintah kota dan daerah Malang ikut serta dalam penanganan dan pengembangan tradisi Labuhan tersebut. Sejak tahun 1979 pemerintah kabupaten Malang ikut berpartisipasi dalam menangani penyelenggaraan upacara tradisional Labuhan Gunung Kombang. 

Dengan menambah kegiatan pendukung yang berupa pasar malam dan sarana hiburan di pantai ngliyep sebelum puncak upacara. Dan hal ini secara tidak langsung baik bagi pemerintah maupun penduduk setempat.Dimana setiap acara ini diselenggarakan, pemerintahlah yang membiayai acara Labuhan ini serta ada sumbangan juga dari para nelayan. Hingga saat ini, Ritual Labuh Sesaji Gunung Kombang Pantai Ngliyep masih tetap berjalan dan masih tetap berlangsung seperti dulu. Walaupun saat ini Ritual Labuh ini  sudah dilaksanakan yang ke-101 kalinya, namun dari tahun ke tahun Ritual ini tetap terlaksana dengan baik.

Pada awalnya tradisi ini sangat skaral bagi masyarakat setempat, namun sejalan dengan berkembangnya zaman tradisi tersebut disuguhkan untuk kepentingan masyarakat luas yang tidak hanya dilihat dari aspek Keagamaa. Namun, sekarang juga terkandung aspek lain seperti aspek sosial dan ekonomi serta pengembangan wisata daerah. Dan harapan para masyarakat sebagai penduduk di Pantai Ngliyep, terutama di Desa Kedungsalam adalah terus memajukan dan melestarikan kegiatan Ritual yang telah menjadi adat selama bertahun-tahun berada di daerah tersebut. Dan, yang tidak kalah penting adalah merawat salah satu aset berharga, yaitu Pantainya yang menjadi salah satu tempat wisata.


B. Tradisi Labuhan Hingga Sekarang

Masyarakat desa Kedungsalam setiap tahun melaksanakan upacara tradisional Gunung Kombang yang dalam pelaksanaannya banyak terkandung simbol-simbol yang merupakan nilai-nilai budaya luhur warisan nenek moyang. Tradisi Labuhan masih dilaksanakan hingga sekarang karena upacara tradisional Labuhan ini dianggap sangat sakral maka masyarakat dengan sungguh-sungguh percaya bahwa kelalaian yang terjadi dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Mereka percaya bahwa tradisi ini masih di selenggarakan maka bisa untuk mencapai keselamatan bersama dengan menciptakan keselarasan vertikal maupun horisontal dalam kehidupan masyarakat, sehingga dapat memberikan rasa aman, tentram, sejahtera dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Hal ini karena upacara tradisional tersebut di anggap mempunyai peranan dalam kehidupannya bahkan masyarakat pendukungnya tidak berani untuk meninggalkannya karena jika mereka meninggalkan tradisi tersebut dipercaya akan membawa malapetaka.Kegiatan tersebut berdampak pada masyarakat apabila mereka benar benar yakin akan adanya manfaat atau keuntungan dari kegiatan ini, jika mereka hanya sekedar tahu dan tidak memiliki keyakinan maka tidak ada dampak yang mereka peroleh dari kegiatan labuhan ini. Maksudnya dalam hal ini adalah kepercayaan atau keyakinan adalah landasan awal yang mutlak dalam kegiatan ini, jika orang meyakini atau benar-benar percaya maka hal ini akan berdampak baik bagi orang tersebut. 

Contoh yang paling nyata adalah dengan diadakannya upacara labuhan ini masyarakat desa kedungsalam dapat hidup dengan aman dan tentram, sementara sekitar 10 tahun yang lalu ketika kegiatan ini tidak dilakukan kejadian kejadian aneh terjadi, diantaranya adalah masyarakat desa kedungsalam banyak gagal panen padi dan hasil bumi di kedungsalam memburuk, setelah di usut hal itu karena masyarakat desa Kedungsalam lupa akan tradisi turunan dari nenek moyang mereka.


C. Makna yang Terkandung dalam Tradisi Labuhan
Adapun makna dan nilai-nilai dari upacara tradisional Labuhan ini antara lain adalah:

1. Nilai Kebersamaan
Pada kegiatan upacara tradisional Labuhan masyarakat pendukungnya ikut berpatisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Mereka percaya dengan melakukan tradisi ini hidupnya akan tenang, tenteram dan sejahtera, karena telah melaksanakan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyangnya.

2. Nilai keselamatan dan kepatuhan
Pada saat pelaksanaan upacara Labuhan hampir semua warga Desa Kedungsalam ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan upacara.Dalam perasaan masyarakat pendukungnya apabila mereka tidak ikut dalam kegiatan tersebut, secara moral ada perasaan tidak enak terhadap para tetangga atau terhadap kelompoknya.Oleh sebab itu untuk menjaga perasaan yang tidak enak mereka akan ikut melakukan kebiasaan yang sudah dilaksanakan sejak dahulu supaya tidak terkena beban moral dari kelompoknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan tradisi Labuhan ini mempunyai fungsi sebagai pengendalian sosial masyarakat pendukungnya.

3. Nilai Gotong Royong
Pada penyelenggaraan upacara tradisional Labuhan para pendukungnya yang berasal dari Desa Kedungsalam sendiri maupun yang datang dari luar daerah saling berbaur, berinteraksi, bantu-membantu, bergotongroyong melaksanakan upacara : mulai dari mempersiapkan sesaji,memasak sesji, saat pelaksanaan Labuhan sampai selamatan penutup.

4. Nilai Simbolik
Dalam upacara tradisi Labuhan banyak terkandung makna, norma-norma,symbol-simbol atau aturan yang disampaikan melalui lambang-lambang yang berupa benda-benda seperti sesaji, maupun hakekat dari tujuan diselenggarakannya upacara tersebut. Adanya sesaji dalam penyelenggaraan tradisi Labuhan ini sebagai bukti nyata atas kebesaran Sang Pencipta yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga para pendukung upacara yang juga hambanya dapat memperlihatkan kemurahan Yang Maha Kuasa dalambentuk sesaji yang berupa berbagai macam hasil bumi dan binatang.

5. Nilai Religius
Dengan masih melaksanakan tradisi Labuhan ini masyarakat pendukungnya ingst dan percaya bahwa semua yang ada di dunia ini ada karena kekuasaan Sang Pencipta. Oleh karena itu, manusia sebagai umatnya wajib berbakti kepada-Nya.

6. Nilai Kerja Keras
Upacara tradisional Labuhan menimbulkan etos kerja pada masyarakat pendukungnya.Hal ini tampak pada kepercayaan dan harapan para pendukungnya apabila mereka telah melaksanakan upacaramaka hatinya akan tenteram, sehingga mendorong untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik. Selain itu upacara ini juga merupakan sarana pengharapan akan hasil panen yang akan datang akan lebih baik dari sekarang. Harapan ini akan mendorong masyarakat pendukungnya bekerja lebih giat lagi dalam bermatapencaharian, sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar