Prihatin Literasi Anak Indonesia, Wanita ini Tekuni Bahasa Indonesia.
Minggu, 23 Agustus 2015 20:18
Ambar sapaan akrabnya merupakan Kepala Humas Unisma sejak Juli 2015. Iapun mengaku masih beradaptasi dengan jabatan barunya di kampus milik NU ini.
“Mungkin karena pengalaman saya sebagai wartawan dan jaringan saya yang luas. Makanya saya dipercaya untuk jabatan ini,” terangnya.
Wanita kelahiran Surabaya, 7 Januari 1972 ini juga merupakan dosen Pendidikan Bahasa Indonesia di FKIP Unisma sejak 2013. Saat ini, ia juga sedang menempuh S3 pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Malang (UM).
Namun, ternyata dosen yang menekuni S2 dan S3 di pendidikan bahasa Indonesia ini dulunya merupakan dosen sastra Inggris di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Keinginannya untuk berpindah haluan dari sastra Inggris menuju pendidikan Bahasa Indonesia ini sejak ia rutin berkunjung di sejumlah negara dan menyadari kurangnya literasi anak-anak di Indonesia.
“Saya ingin menekuni cerita anak, karena berdaarkan hasil survei literasi anak di indonesia versi PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study ) masih sangat rendah. Makanya pak Anies (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia) bikin gerakan 15 menit sebelum mata pelajaran, anak-anak bisa belajar apa saja yang disukai,” jelas alumni Sastra Bahas Inggris di Universitas Negeri Jember ini.
Kepeduliannya untuk memperluas literasi, ia wujudkan dengan membentuk yayasan Pecinta Pendidikan dan Bacaan Anak Indonesia (PIPBI) di 2000. Dengan adanya perpustakaan mini di lantai dua rumahnya yang terletak di Joyogrand Kota Malang.
Beragam buku bacaan bergambar untuk anak-anak tersedia diperpustakaan mini yang ia miliki.
“Setiap saya keluar negeri dan juga oleh-oleh teman biasanya beli buku cerita bergambar untuk anak-anak,” terang ibu dua anak ini.
Koleksi buku cerita bergambarnya ini diantaranya dari Italia, Belanda, Perancis, Amerika, dan semua negara ASEAN kecuali Laos dan Myanmar. Dengan yayasan ini ia berharap bisa memberi pengalaman tersendiri bagi siswa-siswa SD.
Ia juga mengajarkan agar anak-anak kritis dan selektif dalam menonton dan menyimak segala sesuatu dari media.
“Saat ini pemahaman orang, belajar itu harus dengan mata pelajaran. Padahal banyak bacaan lain yang bisa menambah wawasan anak-anak. Asalkan anak-anak diberikan ketrampilan untuk seletif dalam bacaannya,” ungkap istri dari Fajar Murwantoro ini
Melalui desertasinya, ia ingin mengangkat humor dalam bahasa Indonesia yang ia angkat dari cerita Lupus Kecil ciptaan Hilman Hari Wijaya. Ia mengangkap tema itu untuk desertasinya, karena selama ini pembelajaran bahasa Indonesia itu masih dianggap pelajaran yang membosankan, guru belum bisa mendekatkan diri dengan anak-anak
“Jadi seperti stand up komedi itu, bisa dipelajari dan humor bisa digunakan untuk mencairkan suasana serta mengkritik orang. Ketrampilan seperti itu yang masih kurang dipraktikkan. Anak-anak tidak dilatih dengan baik untuk belajar media humor,” paparnya.
Untuk memantapkan diri berubah haluan mendalami pendidikan bahasa Indonesia, iapun telah melewati berbagai pengalaman di masyarakat. Salah satunya dengan menjadi wartawan di media olah raga yang ia sukai.
“Saya dulu juga aktif pers mahasiswa, makanya berani ambil pekerjaan di Jakarta jadi wartawan sejak lulus S1 tahun 1995,” kenangnya yang juga bertemu suaminya di Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia.
Setelah 3 tahun menjadi wartawan, iapun memutuskan menjadi pengajar di UMM selama setahun dan rutin menulis cerita anak di Kompas mingguan dan majalah Bobo. Setidaknya, 15 karyanya telah termuat media.
0 komentar:
Posting Komentar